Jumat, 21 Agustus 2015

Mencintai Bahasa Nusantara (Dukun)

Dalam etalase dunia, sebuah negara mempunyai ciri khas, tradisi, atau karya seni yang tinggi dari sendi masyarakatnya. Keluhuran budaya Indonesia ini yang kadang semakin di abaikan oleh banyak penduduk di Nusantara. 

Bagaimana mungkin??. 

Katakanlah, sekarang pada abad ini, keluhuran budi pekerti sama sekali tidak ditanamkan dalam setiap sendi pada kehidupan masyarakat, semua menjadi keblinger dan rakus karena Tuhan nya saat ini adalah uang. Ya!, uang bisa membeli segalanya termasuk harga diri Bangsa ini, semua menjadi hilang karena nilai tukar yang dinamakan uang, baik itu dolar, baik itu rupiah, dan lain sebagainya. Bahkan wujud terima kasih pun saat ini dinilai dari besaran uang, bukan krn niat atau sebuah tekad?. Karena riil dengan abstraksi, pertanda makin banyak orang yang hanya mau berfikir dengan otak, bukan dengan hati. Mungkin banyak orang mengikuti cara berfikir barat daripada cara berfikir bangsa Indonesia sendiri. 

Kita punya Bangsa, Kita punya moral, kita pun punya sejarah yang patut dikagumi oleh bangsa, suku, ras, golongan manapun. jawa sendiri bukan hanya suku, namun terlebih kita berkata mengenai Nusantara, hilangkan kebencian antar suku, krn itu hanyalah kulit, sekarang kita berfikir Jawa itu adalah hati setiap masyarakat indonesia yang mencintai Nusantara, berkata mengenai Nasionalisme yang mencintai Bangsa ini beserta keindahan cara berfikir nenek moyang kita yang memberikan ilmu pengetahuan yang irrasional, dalam arti ilmu pengetahuan ini sama sekali tidak bisa disentuh bahkan orang luar indonesia itu sendiri, yang tidak bisa memaknai dan memahami budi pekerti. Hanya bahasa kita lah yang bisa mengeluarkan kata Budi Pekerti yang luhur.... 

Sekilas penulis menyebutkan salah satu makna 'DUKUN', marilah kita bijak memahami makna tersebut, marilah kita bijak menyebutkan DUKUN itu sebagai pengabdi dalam masyarakat karena perjuangannya memberikan penerang bagi siapapun, kapan pun.... Karena sejak jaman penjajahan dukun ini disebut2 tidak realis, memberikan ramuan dan racikan tanaman sebagai tanaman pengobatan yang sejak dulu sudah ada, mengapa diganti dengan obat kimia?., kemudian diganti lagi dengan sebutan 'herba', hanya mengganti nama karena malu dengan sebutan 'jamu' ?, apakah tradisional itu bodoh?, apakah tradisional itu kuno ?!. Orang hanya ikut-ikutan menyebutkan paranormal sebagai dukun, orang hanya menjelek-jelekkan dukun itu sebagai seseorang yang klenik, mistis, dan syirik. Apakah pendidikan barat membuat kita sebagai bangsa yang besar ini menjadi seseorang yang apatis?,mudah percaya hasutan?,mudah memberikan argumentasi tanpa berfikir terkebih dahulu ?, bahkan memberikan statement atau ungkapan sebagai orang yang picik ?. Ketika masa kolonialisme, dukun dibumihanguskan dan diberikan penggantinya dengan nama Dokter'??

Secara teknis dokter adalah sebutan dari luar negri.... Termasuk dijelaskan di wikipedia  - Dokter (dari bahasa Latin yang berarti "guru") adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. 

Kita kembali ke masa lampau..... Pada jaman majapahit, atau mataram, atau mataram kuno, dukun tidak serta merta dikatakan seorang penyembuh saja, melainkan seorang dukun juga harus 'ngenger atau nyantrik' kepada seorang Guru. Tidak hanya untuk belajar pengobatan, melainkan seorang dukun juga harus mampu mengobati seseorang dari sakit raga dan jiwa. Karena komponen tersebut yg menyatu dalam struktur seorang MANUSIA. Untuk itu selain pengetahuan secara teoritis yg diajarkan langsung oleh sang Guru, maka seorang dukun pun harus sering mendekatkan diri kepada Sang Hyang Esa. Kategori pendekatan ini tidak serta merta seperti belajar 'kulitan', namun juga pemahaman yg dapat dikategorikan Tinggi. 

Semua ingin menjadi nomor satu.... Setidaknya wacana budaya ini tidak mengkhultuskan sesuatu, namun cobalah untuk melihatnya secara rasional. Mengubah cara berfikir bukan berarti cara berfikir tradisional itu terbelakang. 

Salam. 


0 komentar:

Posting Komentar

Isi nama anda sebelum posting comment ya ?